Pages

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Download

cerai

Warti, perempuan berumur 30 tahun dengan perawakan kecil dan berambut pendek. Sejak menamatkan sekolah menengahnya, ia pun mengambil sekolah perawat bayi. Selain mengikuti jejak mbak Yani, saudara tuanya, ia pun bermaksud menopang kehidupan keluarganya. Setelah setahun lamanya ia menimba ilmu keperawatan bayi, ia bersama beberapa teman sekolah perawat, pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sesuai bidangnya.

Setahun berlalu dengan cepatnya sejak ia pergi meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja. Di Jakarta, ia begitu beruntung mendapatkan majikan yang begitu perhatian dengan dia. Merawat bayi berusia dua tahun bukan persoalan sulit baginya. Ia sudah terlatih sejak di pondokan sekolah perawat bayi dahulu. Karena kerjanya yang baik, sang majikan sering memberikan gaji lebih padanya. Ia gunakan separuh lebih gajinya untuk si mbok Painem, ibunya, dan untuk menyekolahkan Ari dan Bambang adiknya yang masih membutuhkan uang banyak untuk biaya sekolah.

Kehidupan ekonomi keluarga Warti bisa dibilang lebih terangkat. Bapak ibunya hanya seorang petani yang kesehariannya mengandalkan hasil bumi. Sejak mbaks Yani berkeluarga, Wartilah tulang punggung keluarganya. Ia mati-matian menyekolahkan adiknya agar jadi orang. Ia menjadi sedikit lebih lega ketika Ari hampir selesai masa studinya di sebuah STM. Ia berharap manakala nanti Warti sudah tak bisa bekerja lagi, Ari lah yang menggantikannya menopang kehidupan ekonomi keluarga sekaligus membiayai si bungsu, Bambang.

**********

Pak Abdul, ayah nya, sudah dua tahun belakangan menderita sakit. Walaupun sudah dirawat di rumah sakit beberapa minggu, sakitnya tak kunjung sembuh. Agaknya penyakit menua yang ditangguh ayahnya akan terus kambuh. Demi menanggung kesembuhan ayahnya, ia lebih giat lagi dalam bekerja. Gonta-ganti majikanpun dilakukannya demi mendapatkan gaji yang lebih untuk mengobati penyakit ayahnya. Bantuan dana dari mbak Yani sedikit meringankan beban Warti.
Namun keadaan ini tak berlangsung lama karena Tuhan berkehendak lain. Pak Abdul menghembuskan nafas terakhir karena tak sanggup melawan penyakit menuanya itu. Warti berduka. Seluruh keluarga berkabung. Tetangga berkerumunan untuk melayat. Semua orang berduka. Dengan musibah ini ia mencoba lebih tegar lagi menghadapi cobaan hidup. Ia pun kembali ke Jakarta setelah tujuh hari pemakaman ayahnya.

***********

Warti kali ini berpindah majikan lagi. Namun ia bermaksud menjadikan pindahan ini untuk yang terakhir kali. Ia cukup lega karena Ari telah lulus STM dan sudah bekerja di pabrik perakitan sepeda motor. Gajinya lumayan besar. Dua kali lipat lebih dari gaji Warti. Wartipun cukup senang karena penopang keluarga tak hanya dia. Ia sudah cukup menopang kehidupan keluarganya. Sudah ada Ari yang nanti menggantikannya. Sudah saatnya ia memikirkan untuk berkeluarga sendiri.
Seorang pemuda, yang juga perantauan, bernama Ardy menaruh hati pada Warti. Ardy seorang buruh pabrik yang tinggal didekat tempat tinggal majikan Warti. Setiap hari sepulang bekerja, Ardy sering melihatnya keluar berjalan-jalan disekitar kompleks. Setelah dirasa cukup, Ardy memberanikan diri untuk berkenalan dengan Warti. Warti menyambutnya dengan suka hati. Ia pun diam-diam menaruh hati juga pada Ardy.
Masa perkenalan mereka tak berjalan begitu lama karena dengan mantap hati, Ardy melamar Warti pada orang simbok Painem. Dua bulan setelahnya, mereka pun melaksanakan sunah Rasul. Mereka melaksanakan akad pernikahan dirumah Simbok Painem. Suasana suka cita menyelimuti kedua sejoli itu. Namun dalam hati, Warti juga mengandung duka karena dalam pernikahannya, ia tak mengantongi doa dan restu ayahnya.
Setahun setelah pernikahan mereka, seorang bayi mungil lahir dari rahim Warti. Sang ayah memberinya nama Imamudin. Pernikahan itu begitu sempurna dengan hadirnya Imam ditengah-tengah mereka. Si kecil menjadi penyatu dalam cinta keduanya.
Kehidupan rumah tangga Warti hampir tak pernah ada masalah berarti. Adem ayem saja karena hampir-hampir tak ada ribut-ribut kecil dari mereka. Keadaan ini berlangsung hingga si kecil genap berusia setahun. Sejak Ardy di PHK dari pabriknya, ia kerja serabutan. Mungkin ini tak masalah bagi Warti. Namun kelakuan bejat sang suami muncul dikemudian hari. Sang suami sering mabok dan main judi. Ditambah lagi penyakit bengek Ardy yang kumat-kumatan menambah masalah keluarga mereka begitu pelik.
“Mas! Kalau sampeyan masih seperti ini, mending aku kerja lagi! Aku mau pergi!”. Kata Warti saat suaminya pulang.
Ardy hanya diam dan langsung masuk ke kamar.
Begitu hancur luluh hati Warti demi melihat sikap suaminya seperti itu. Ia menjadi semakin mantap hati untuk meninggalkan suaminya itu. Walaupun dikemudian hari ada rasa sesal, Warti tetap saja bertekad meninggalkan suaminya. Ia ingin minggat. Entah kemana arah tujuannya.
Dengan rasa kesal sekaligus kecewa atas sikap suaminya, ia pulang ke kampung halamannya bersama si kecil. Ia kemudian menitipkan Imam pada sang mertua. Ia sendiri mengurus keperluan untuk menjadi TKW diluar negeri. Tekadnya semakin bulat. Berangkat juga Warti ke Taiwan menjadi TKW dan bekerja seperti dulu sewaktu masih lajang.
Di Taiwan Warti menjadi lebih baik tak diusik oleh ulah suaminya lagi. Namun dalam lubuk hatinya, ia sangat rindu dan mengkhawatirkan si kecil. Hasil jerih payahnya, ia kirimkan ke desa untuk membeli keperluan si kecil. Ia menjadi sangat marah ketika uang hasil jerih payahnya diambil oleh sang suami. Digunakan untuk keperluan suaminya dan untuk berobat sang suami. Warti semakin kecewa karena ia sudah begitu muak dengan ulah suaminya itu. Satu hal harapan yang ada dihatinya:
“sepulang dari Taiwan, aku akan menuntut cerai darinya”

Share on Google Plus

About istanaku

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

wibowo mengatakan...

ingin mampir saja. artikelnya bagus-bagus.