Pages

Text Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Download

dilangkahi

Simbok yang sedari tadi mondar-mandir ngurusin masakannya di dapur tiba-tiba berhenti. Suara gaduh peralatan dapurpun berhenti. Bau masakannya menyembur. Harum. Agaknya masakan simbok telah matang. Beliau lalu membersihkan dapurnya yang kotor dan menata makanannya. Cacing diperutku seakan berteriak kegirangan menyambut simbok yang telah selesai menunaikan kewajibannya. Aku beranjak dari berbaring dan duduk memandangi semua masakan simbok.

“Asyik…sudah mateng, mbok?”

Simbok hanya tersenyum. Sambil memanggil si bungsu ia menyiapkan nasi untukku. Aku sangat senang dengan masakan simbok. Tapi terkadang aku tidak bisa memakannya terlalu lahap seperti adik lelakiku yang kekar itu. Dua centong saja sudah membuatku kenyang. Mungkin lambungku hanya muat sedikit. Berbeda dengan adikku. Ia biasa makan dua kali lipat jatahku. Tapi mungkin itu sudah sesuai porsi tubuhnya itu.

Simbok duduk di depanku. Aku pikir beliau akan makan bersamaku. Dugaanku meleset. Raut mukanya agak serius tak seperti biasanya. Memandangiku terus. Aku jadi salah tingkah.

“Suf…?”

“Iya, mbok?”

“kamu ndak apa-apa kan, kalau kamu dilangkahi adikmu?”

“ndak apa-apa, mbok. lagian aku kan belum kerja…”

“yowes kalo gitu”

“memang calonnya siapa, mbok?”

“itu…tetangganya pamanmu. orangnya sudah mapan. sudah punya rumah juga. kamu yang ikhlas ya, suf?!”

“iya, mbok. ya sudah kalo gitu aku ikhlasin saja”

Simbok beranjak ke dapur kembali. Kemungkinan beliau akan memasak air untuk bapakku. Pikiranku menerawang. Adik perempuanku sebentar lagi akan dinikahkan dengan lelaki pilihan orang tuaku. Setelah kemarin dulu dua sepupuku dilangkahi adiknya, kini giliranku. Aku dilangkahi. Aku akan punya adik ipar.

**************

Beberapa hari yang lalu bapak menelponku. Tak seperti biasanya, beliau mengatakan ada hal penting yang harus dibicarakan. Aku dimintanya pulang kerumah esok pagi. Aku hanya mengiyakannya saja. Sambil menutup telpon, pikiranku melayang. Ada apa gerangan yang ingin bapak bicarakan denganku. Aku hanya bisa berpikir positip tentangnya. Aku pun merebahkan tubuhku dikasur.

Aku tiba-tiba teringat pembicaraanku bersama simbok dulu. Tentang rencana simbok menikahkan adikku. Aku jadi berpikir jangan-jangan bapak memintaku pulang besok ada hubungannya dengan rencana pernikahan itu. Kemungkinan besok adalah acara lamarannya adikku. Ya, mungkin besok lamarannya.

Malam harinya aku berkemas-kemas untuk pulang besok. Aku hanya membawa dua stel pakaian saja. Karena kemungkinan aku tidak akan lama dirumah. Kupinjam juga dari wahyu sebuah kamera digital. Aku pikir akan berguna besok untuk mengabadikan moment itu. Setelah dirasa cukup, aku beranjak tidur agar tidak terlalu letih esok hari di perjalanan.

****************

Matahari bersinar begitu terik. Awan bercerai-berai seperti bermusuhan saja. Anginpun tak tahu kemana rimbanya. Hanya sibungsu yang berlari riang menyambutku dari kejauhan. Seperti biasanya, ia selalu bersemangat sekali menyambutku kala aku pulang kampung. Ia tak lupa menanyakan oleh-oleh apa yang aku bawa. Ia akan cemberut setelah tahu aku tak membawakanya sesuatu. Sebagai gantinya, selembar uang ribuan kuberikan padanya. Itu lebih dari cukup untuk ukuran anak kelas dua sekolah dasar di kampung. Ia kembali sumringah dan memelukku erat. Setelahnya, biasanya sibungsu akan menampar-nampar wajahku dan memainkan hidungku. Mungkin itu wujud kerinduannya padaku.

Aku memarkirkan motorku dihalaman. Mataku memperhatikan sekeliling halaman. Tak terlihat apa yang seharusnya. Aku jadi heran, bukankah harusnya kursi dan meja dikeluarkan?. Pikiranku menerawang. Aku terkejut ketika simbok juga ternyata lagi sibuk membenahi bawang merah hasil panennya. Aku langsung masuk kedalam gubukku. Kali ini aku bertambah heran. Keadaan rumahpun masih seperti biasanya. Tak terlihat penataan akan ada acara penting digubuk itu.

“Jangan-jangan dugaanku kalau adikku dilamar hari ini salah!” pikirku.

“ada apa sebenarnya? kenapa bapak bilang ditelepon kemarin ada hal penting?” pikirku semakin dalam.

Aku masuk kekamar. Menaruh segala yang ada dibadanku, tas, helm dan lainya. Aku rebahkan tubuhku dikasur. Pikiranku masih saja menerawang. Menebak-nebak sekuatku. Ibu masih sibuk. Bapak belum pulang. Kutanyakan kepada siapa kebingungan ini?. Sibungsu yang sedari tadi membuntutiku menjadi pengakhir keherananku.

“nok, katanya Yu Tuti mau dilamar? Kok gak ada apa-apa?”

“ndak, mas!. Lha wong Yu Tuti belum pulang!. Mas yang mau dinikahkan.” jawabnya

Aku terperanjat.

“sama siapa?” tanyaku bertambah heran.

“sama simbok Suti’ah”

“apa?! nenek-nenek itu?!” aku terperanjat.

Sibungsu berlari kehalaman. Pikiranku semakin ruwet. Kembali menebak-nebak kebenaran yang disampaikan sibungsu. Ia masih lugu. Tak ia mungkin berbohong apalagi denganku. Tapi yang menjadi masalah adalah kenapa aku harus dinikahkan dengan simbok Sutiah, nenek-nenek yang janda itu. Apakah ada maksud dibalik semua ini? Pikiranku bertambah lelah dibarengi dengan letihnya perjalananku pulang kekampung halaman. Tubuhku lunglai. Tak tahu apa yang terjadi lagi aku terbawa mimpi.

***********

Bapak tiba-tiba membangunkanku dari lelapnya mimpi. Beliau menyuruhku mandi dan memakai pakaian yang rapi. Aku pun menurut saja. Beranjak dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Aku berjalan melalui dapur . Disitu simbokku dibantu bibi sedang menyiapkan nasi tumpeng. Aku memperhatikan sejenak. Aku kembali berlalu kekamar mandi. Pikiranku masih kosong belum bisa berfikir karena keadaanku memang baru beranjak bangun dari tidur.

Setelah mandi aku langsung berpakaian rapi seperti perintah bapak. Tercium bau kemenyan menyembur-nyembur . Asapnya pun memenuhi ruangan. Aku masuk keruang tamu. Disitu telah duduk berderet dikursi tiga orang pamanku, haji Datas tetangga depanku dan pak Lebe. Semua tersenyum padaku. Bapakpun masuk keruang tamu dengan membawa nasi tumpeng dan memberikanku dua amplop. Pukul lima sore tepat acara yang masih membuatku bingung ini pun dimulai.

Pak Lebe menyuruh aku dan simbok Suti’ah duduk di tikar. Pak Lebe pun berpidato panjang lebar. Ia menjelaskan bahwa acara ini adalah selamatan biasa. Acara ini adalah acara adat ditempatku yang diperuntukan kepada seorang lelaki yang dilangkahi adiknya menikah. Menurut kepercayaan, seorang lelaki yang dilangkahi adiknya menikah harus dilakukan acara selamatan. Tujuannya agar sang kakak selamat dan tidak sial.Mendengar penjelasan pak Lebe, aku jadi lega.

“Suf, berikan amplopnya pada simbok Suti’ah” perintah pak Lebe

Pak Lebe pun mendekati aku dan simbok Suti’ah. Ia pun berkomat-kamit memanjatkan doa didepan kami.

“mbok…si Mas’e mau dilangkahi adiknya, simbok ikhlas kan mbantu acara ini?” Tanya pak Lebe pada simbok Suti’ah dan dijawab anggukan simbok.

“berikan amplop satunya lagi, mas” perintah pak Lebe padaku.

Mulut pak Lebe kembali berkomat-kamit.

Aku baru ingat adat istiadat ini memang harus dilakukan. Kepercayaan dikampungku memang begitu. Apalagi yang dilangkahi itu seorang perempuan. Jika sang perempuan dilangkahi nikah oleh adik perempuan juga, maka menurut kepercayaan, sang kakak sulit mendapat jodoh.

lain daerah lain pula adatnya. Disebuah daerah jika ada seorang lelaki dilangkahi adik perempuanya maka calon suaminya harus memenuhi permintaan sang kakak. Apapun permintaan sang kakak.

=========

Lebe : kadang jadi penghulu kadang jadi imam dalam menyolatkan mayit dan mendoakan mayit.

Share on Google Plus

About istanaku

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: